A. PENGERTIAN MEDIKASI
Zat yang digunakan
dalam diagnosis, terapi, penyembuhan, penurunan dan pencegahan penyakit disebut
medikasi. Nomenklatur (nama) obat adalah
1. Kimia: memberi gambaran pasti komposisi
obat. Ex. Asam asetilsalisilat
2. Generic: diberikan oleh pabrik yang
pertama kali memproduksi obat sebelum mendapat izin dan dilindungi hokum. Ex. Aspirin
3. Official
4. Dagang: nama yang digunakan pabrik untuk
memasarkan obat. Ex. Bufferin
B. BENTUK-BENTUK OBAT
1. Pulvis (serbuk)
Campuran kering bahan obat atau zat kimia yang
dihaluskan, ditujukan untuk pemakaian luar.
2. Pulveres
Serbuk yang dibagi bobot yang kurang lebih sama,
dibungkus menggunakan bahan pengemas yang cocok untuk sekali minum. Contohnya
adalah puyer.
3. Tablet (compressi)
Sediaan padat kompak dibuat secara kempa cetak dalam
bentuk tabung pipih atau sirkuler kedua permukaan rata atau cembung mengandung
satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa bahan tambahan. Macamnya: Tablet
kempa, Tablet cetak, Tablet trikurat, Tablet hipodermik, Tablet sublingual,
Tablet bukal, Tablet effervescent, Tablet kunyah.
4. Pil (pilulae)
Bentuk sediaan padat bundar dan kecil mengandung
bahan obat dan dimaksudkan untuk pemakaian oral
5. Kapsul (capsule)
Sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang
keras atau lunak yang dapat larut.
6. Kaplet (kapsul tablet)
Merupakan sediaan padat kompak dibuat secara kempa
cetak, bentuknya oval seperti kapsul.
7. Larutan (solutions)
Sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat
kimia yang dapat larut, biasanya dilarutkan dalam air, yang karena
bahan-bahannya, cara peracikan, atau penggunaannya, tidak dimasukkan dalam
golongan produk lainnya.
8. Suspense (suspensions)
Sediaan cair mengandung partikel padat tidak larut
terdispersi dalam fase cair. Macam suspense antara lain: suspense oral,
suspense topical, suspense tetes telinga, suspense optalmik, suspense sirup
kering.
9. Emulsi (elmusiones)
Sediaan berupa campuran dari dua fase dalam system
disperse, fase cairan yang satu terdispersi sangat halusn dan merata dalam fase
cairan lainnya, umumnya distabilkan oleh zat pengemulsi.
10. Galenik
Merupakan sediaan yang dibuat dari bahan baku yang
berasal dari hewan atau tumbuhan yang disari.
11. Ekstrak(extractum)
Sediaan yang pekat yang diperoleh dengan
mengekstraksi zat dari simplisisa nabati atau simplisia hewani menggunakan zat
pelarut yang sesuai.
12. Infusa
Sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi
simplisia nabati dengan air pada suhu 90 derajat celcius selama 15 menit.
13. Imunoserum (immunosera)
Sediaan yang mengandung immunoglobulin khas yang
diperoleh dari serum hewan dengan pemurnian.
14. Salep (unguenta)
Sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian
topical pada kulit atau selaput lendir.
15. Suppositoria
Sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang
diberikan melalui rectal, vagina atau uretra, umumnya meleleh, melunak atau
melarut pada suhu tubuh.
16. Obat tetes (guttae)
Sediaan cair berupa larutan, emulsi atau suspense,
dimaksudkan untuk obat dalam atau obat luar. Digunakan dengan cara meneteskan
menggunakan penetes yang menghasilakan tetesan setara dengantetesan yang
dihasilkan penetes baku yang disebutkan farmakope Indonesia.
17. Injeksi (injections)
Sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspense
atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum
digunakan, yang disuntikan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau
melalui kulit atau selaput lender.
C. STANDAR OBAT
Standar
yang diterima masyarakat harus memenuhi kriteria :
1. Kemurnian. Memenuhi standar kemurnian
tipe dan konsentrasi zat lain dalam obat.
2. Potensi. Konsentrasi obat aktif dalam
preparat obat potensi obat.
3. Bioavailability. Kemampuan obat lepas
dari dosis, larut, diabsorpsi dan diedarkan tubuh.
4. Kemanjuran
5. Keamanan. Dinilai menurut efek samping
obat.
D. PENGGUNAAN OBAT NONTERAPEUTIK
Penggunaan
yang keliru (misuse) atau
penyalahgunaan obat (drug abuse)
berhubungan dengan penggunaan untuk efek terapeutik, missal untuk meredam nyeri
atau menurunkan cemas. Saat perawat merawat klien dengan penyalahgunaan obat,
perawat harus menyadari nilai dan sikap mereka terhadap penggunaan senjata
tersebut. Perawat dengan pengetahuan perubahan fisik, psikologis dan social
karena drug abuse, akan mudah mengidentifikasi klien dengan masalah obat.
E. FARMAKOKINETIK
Merupakan
ilmu tentang cara obat masuk ke tubuh, mencapai tempat kerja, dimetabolisme dan
keluar dari tubuh. Terdiri dari absorpsi, distribusi, metabolism dan ekskresi.
1. Absorpsi
Molekul obat masuk dalam darah. Dipengaruhi oleh
rute pemberian obat, dan kondisi ditempat absorpsi. Rute pemberian obat
dipengaruhi struktur fisik jaringan. Kulit sulit ditembus zat kimia dan
absorpsi obat lambat. Injeksi intravena memiliki absorpsi obat yang cepat.
Larutan, suspense mudah diabsorpsi. Obat bersifat basa tidak terabsorpsi
sebelum diusus halus. Kulit yang tergores, adanya edema merupakan kondisi yang
tidak baik untuk absorpsi obat. Obat oral mudah diabsorpsi diberikan saat
antara waktu makan.
2. Distribusi
Laju dan luas distribusi bergantung pada sifat fisik
dan kimia obat dan fisiologis individu. Obat diberikan berdasarkan berat dan
komposisi tubuh dewasa. Obat mudah keluar dari ruang intersisial ke
intravaskuler. Latihan fisik, udara hangat, badan menggigil akan mengubah
sirkulasi local. Konsentrasi obat bergantung pada jumlah pembuluh darah dalam
jaringan. Derajat ikatan protein dan protein serum mempengaruhi distribusi
obat. Obat yang terikat protein akan sulit menghasilkan aktivitas farmakologis.
3. Metabolisme
Biotransformasi dipengaruhi enzim yang
mendetoksifikasi, memecah dan melepas zat kimia dan biologis. Terjadi di hati,
parur-paru, ginjal, darah dan usus.
4. Ekskresi
Obat keluar dari tubuh melalui ginjal, hati, usus,
paru dan kelenjar eksokrin. Kelenjar eksokrin mengekskresi obat larut lemak.
Saluran cerna menjadi jalur lain ekskresi obat.
F. EFEK OBAT
1. Efek terapeutik
Respon fisiologis obat yang diharapkan muncul. Ex.
Aspirin berfungsi sebagai analgesic, antipiretik.
2. Efek samping
Efek sekunder yang tidak diharapkan pada obat. Efek
samping dianggap tidak berbahaya. Bila efek samping ini sampai menghilangkan
efek terapeutik maka obat dapat dihentikan.
3. Efek toksik
Terjadi setelah klien minum dengan dosis tinggi.
Obat berlebihan dalam tubuh memberikan efek mematikan.
4. Reaksi idiosintrik
Timbulnya efek yang tidak diperkirakan, meliputi
klien bereaksi berlebihan, tidak berlebihan atau berlebihan tidak normal.
5. Reaksi alergi
Reaksi obat 5-10 % merupakan reaksi alergi. Alergi
obat bersifat ringan dan berat. Reaksi
dapat berupa urtikaria, ruam, pruritus, dan rhinitis.
6. Toleransi obat
Klien yang sering memakai obat nyeri hanya memiliki
toleransi obat. Sehingga klien perlu meningkatkan dosis untuk meredakannya.
7. Interaksi obat
Terjadi pada individu dengan konsumsi beberapa obat.
Efek sinergis dapat terjadi pada konsumsi 2 obat atau lebih. Interaksi obat
selalu diharapkan.
8. Respon dosis obat
Obat memiliki waktu paruh serum yakni waktu yang
dibutuhkan proses sekresi untuk menurunkan konsentrasi serum sampai
setengahnya. Perawat dapat mengantisipasi efek obat jika mengetahui interval
waktu kerja obat :
a. Awitan kerja obat : periode waktu
setelah obat diberikan.
b. Kerja puncak obat : waktu yang
dibutuhkan sampai konsentrasi tertinggi pada obat.
c. Durasi kerja obat : lamanya obat untuk
menghasilkan respon.
d. Plateu : konsentrasi serum dipertahankan
setelah obat kembali diberikan.
G. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KERJA OBAT
1. Perbedaan genetic
2. Variable fisiologis
3. Kondisi lingkungan
4. Factor psikologis
5. Diet
Rute pemberian obat
1. Oral : melalui mulut dan ditelan
2. Intravenous (iv) : melalui vena
3. Intramuscular (im) : kedalam otot tubuh
4. Subcutaneous (sc) : ke dalam jaringan
tepat dibawah lapisan dermis kulit
5. Topical (kulit, mata, hidung, telinga,
rectum dan vagina)
6. Transdermal
7. Inhalasi
Prinsip pemberian obat
1. Benar obat
2. Benar pasien
3. Benar dosis
4. Benar cara
5. Benar waktu
6. Dokumentasi.